• admin@herbalindoutama.co.id
  • Gondowangi, Sawangan, Magelang 56481

Gegara Polutan Tubuh Merentan: Seri Mojok Wedhangan

Akhir Agustus lalu berdasarkan prediksi BMKG merupakan puncak musim kemarau di Indonesia yang biidznillah dipengaruhi fenomena El Nino. Seiring dengan datangnya puncak kemarau tersebut, ternyata ada fenomena yang menarik. Saya coba intip dengan Google Trends, berita yang berkaitan dengan polusi udara terlihat meningkat pesat sejak awal Agustus. Banyak pengguna internet mencari wawasan tentang hal-hal yang terkait dengan polusi udara, pencemaran udara, gas berbahaya, hujan buatan, pabrik pencemar udara dan topik sejenis lainnya. Ini menarik. Padahal secara literasi sebenarnya kasus polusi udara (terkhusus di Jakarta) sudah dikeluhkan sejak dulu awal 90-an. Anda yang lahir tahun-tahun tersebut, kemungkinan sudah menggendong anak saat ini.

Banyak kemungkinannya mengapa kasus polusi udara ini mengembang untuk didiskusikan. Beberapa video di medsos mencoba menggambarkan bagaimana kondisi ibukota yang tampak berkabut di siang hari. Bahkan sejumlah pengguna akun medsos membandingkan video ibukota saat pemberlakuan PPKM lalu dengan video terkini Jakarta yang berkabut. Memang, saat pemberlakuan PPKM pada Februari 2022 ibukota tampak langit berawan yang lebih bersih dibandingkan Agustus 2023.

Lantas Apa Urgensinya?

Saya kira sangat penting untuk melihat sumber pencemarannya apa dan di mana. Disinyalir 70% pencemaran udara disebabkan transportasi, lebih spesifik lagi oleh pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna di dalam mesin. Ini kata salah seorang peneliti di tahun 2018. Bisa saja data itu berubah atau berkembang. Banyak sumber pencemaran dari aktivitas publik di luar ruangan. Pembangunan gedung dan jalan yang terus berlangsung juga ikut andil menjadi sumber polusi udara. Di luar Jawa, aktivitas pembakaran hutan juga ikut andil. Sementara itu, di dalam ruangan (boleh percaya deh..) asap rokok itu juga sumber polusi yang berbahaya. Bahkan asap rokok elektrik yang konon dipercaya sebagian orang lebih aman dibandingkan rokok filter & kretek itu juga berbahaya. Sangat bahaya. Datanya? Nanti saya share juga, insyaallah. Urgensinya tidak lepas dari pentingnya kesehatan untuk kita dan generasi mendatang.

Gegara Polutan Tubuh Merentan

Jika kita membahas tentang polusi udara, maka tak bisa lepas dengan istilah Indeks Kualitas Udara atau Air Quality Index, AQI. Indeks Kualitas Udara digunakan untuk menilai besarnya konsentrasi berbagai sumber pencemaran (polutan) udara di suatu daerah pada skala 0-500. Sebagai contoh, berdasar salah satu aplikasi AQI, per hari ini indeks suatu lokasi di ibukota dinyatakan AQI 154 pada pukul 07.00 WIB. Angka 154 pada AQI ini berwarna merah alias Tidak Sehat, yang bagi masyarakat umum bisa menimbulkan dampak kesehatan dan pada orang yang sensitif bisa menimbulkan dampak kesehatan yang lebih serius.

Saya cerita sedikit tentang AQI ini ya. Supaya nanti tidak asing lagi dengan istilah-istilah yang berkaitan dengan pencemaran udara. Semakin tinggi nilai AQI, maka semakin besar tingkat polusi udara, dan semakin besar dampaknya pada kesehatan, semakin menimbulkan masalah pada kesehatan. Nilai AQI <50 umumnya dianggap sehat, dinyatakan berwarna hijau. Bagaimana mengukurnya? Tentu dengan alat yang mempunyai sensor untuk mengukur konsentrasi polutan. Nilai AQI antara 51-100 dianggap masih bisa diterima (warna kuning). Angka AQI >100 (warna jingga), kualitas udara dianggap tidak sehat dan AQI >300 dianggap berbahaya (warna merah tua).

Kita pindah tentang polutan udara. Polutan udara, mudahnya merupakan bahan-bahan yang menimbulkan pencemaran udara. Ada 5 polutan yang acapkali diukur, antara lain : seberapa besar ozon (O3) di permukaan tanah, seberapa besar polusi partikel / materi partikulat yang dikenal sebagai PM 2.5 dan PM 10, seberapa besar kandungan karbon monoksida (CO), seberapa besar kandungan sulfur dioksida (SO2) dan seberapa besar kandungan nitrogen dioksida (NO2). Semoga mudah dipahami ya.

Jenis polutan udara sebenarnya masih banyak lagi. Polutan PM 2.5 (yang berukuran ≤2.5 mikron) dianggap merupakan ancaman terbesar bagi kesehatan manusia. Apa sebabnya? PM 2.5 ini bisa berwujud debu, kotoran dan asap yang ada di udara. Polutan PM 2.5 bisa masuk ke saluran pernapasan yang paling dalam saat terhirup, sehingga bisa memicu penyakit pernapasan seperti asma, bronkitis, emfisema dan infeksi saluran pernapasan akut.

Sedikit gambaran penyakitnya ya. Pada kondisi asma, terjadi peradangan, penyempitan dan pembengkakan dengan produksi lendir yang berlebihan pada saluran pernapasan,sehingga penderita asma akan mengalami kesulitan bernapas, nyeri dada, dan batuk. Pada kondisi bronkitis, penderitanya mengalami peradangan pada cabang utama saluran pernapasan dengan gejala batuk disertai lendir yang kental dan sesak napas. Sedangkan pada kasus emfisema, penderita akan mengalami kerusakan pada kantung udara kecil (yang disebut alveolus) pada paru-paru. Kantung udara kecil tersebut bisa mengalami kerusakan dan pecah, sehingga mengganggu fungsi paru-paru untuk pertukaran udara. Polutan PM 2.5 juga memicu penyakit paru lainnya seperti penyakit sumbatan paru kronis dan kanker paru.

Tambahan info saja, salah satu keluhan yang sering disampaikan pasien di Layanan Konsultasi Medis adalah keluhan yang berkaitan dengan infeksi saluran pernapasan akut, baik pada anak-anak maupun dewasa. Apalagi saat musim kemarau seperti ini, dimana kualitas udara sering memicu keluhan pada saluran pernapasan. Bila saat musim penghujan, polutan lebih mudah larut bersama air hujan dan terbawa arus air. Saat musim penghujan, penyebab utama kasus ISPA berbeda.

Polutan PM 2.5 ini bisa menembus pertahanan sistem saluran pernapasan, sehingga terikat dengan darah. Bila telah masuk ke aliran darah maka bisa mengganggu fungsi jantung, juga bisa menyebabkan serangan jantung dan stroke. Tentu saja tergantung seberapa banyak dan sering terpapar.

Catatan:

Seri Mojok Wedhangan merupakan seri artikel yang berisi hal-hal sederhana terkait dengan Layanan Konsultasi Medis Herbal Indo Utama. Tulisan ini akan berlanjut ke bagian selanjutnya.

Oleh: dr. Didit Aktono Hadi

  • Dokter & Praktisi Pengobatan Herbal/Konsultan Medis Herbal Indo Utama.
  • Marketing Management Support Herbal Indo Utama.
  • Business Model Canvas & Lean Canvas Observer.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *